Ahmad Luthfi Genjot Insfrastruktur Jalan di Jateng, Pengamat Undip: Aktifkan Jembatan Timbang, Buat Aplikasi Monitoring

 

WARTAJATEN.ORG_SEMARANG – Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Cipta Karya, Provinsi Jawa Tengah, AR Hanung Triyono, mengatakan, upaya Gubernur Ahmad Luthfi dan Wakilnya Taj Yasin untuk menggenjot perbaikan insfrastruktur jalan berjalan cepat. Hingga Agustus 2025, hasilnya sudah mendekati 90 persen (89,9 persen). Atau sudah setara dengan 2.195 kilometer, dari total 2.440 kilometer jalan provinsi yang ada.

 

Menurut Hanung, pencapaian itu merupakan update terbaru hasil kerja berbagai paket perbaikan jalan, pemeliharaan rutin, rehabilitasi, hingga preservasi yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.

 

“Sudah hampir 90 persen kondisi jalan provinsi kita sudah mantap. Kalau dikilometerkan, sekitar 2.195 kilometer (km). Tinggal sekitar 10 persen yang sedang dalam proses pengerjaan, banyak di antaranya berupa preservasi jalan,” ujarnya di Semarang, Sabtu, 6 September 2025.

 

Menyanggapi hal itu, pemerhati jalan dan transportasi Universitas Diponegoro (Undip), Dr Yudi Basuki ST MT, mengatakan, secara umum kondisi jalan di Provinsi Jawa Tengah, memang sudah terlihat aman dan bagus. Jika diklasifikasi kondisinya sudah baik dan sedang. Hanya sedikit yang rusak.

 

Hanya ada beberapa jalan rusak di Demak, Kudus, dan Blora, tentu saja rusak karena ada alasannya, seperti abrasi di kawasan pesisir, atau karena beban jalan. Tapi secara umum jalan di Jawa Tengah masih aman,” jelas Yudi, yang juga Ketua Program Studi S1 ​​Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro itu.

 

Hanya saja, kata Yudi, setelah kondisi jalan secara umum baik, ke depan diperlukan jaringan pemeliharaan jalan yang baik dan tepat. Ini penting agar jalan tidak mudah rusak sehingga menghabiskan anggaran.

 

Aspek pemeliharaan itu, menurutnya, perlu menghidupkan kembali jembatan timbang, penertiban kendaraan ODOL (overdimensional over load), membuat regulasi, penyadaran pengemudi dan pengusaha angkutan, hingga menggunakan semacam aplikasi untuk pemantauan teknologi.

 

“Jembatan timbang ini hanya salah satu dari aspek pemeliharaan, tetapi jembatan timbang sudah mencerminkan pencegahan muatan berlebih. Perlu kajian apakah menambah atau reaktivasi jembatan timbang yang sudah ada. Menurut saya perlu karena jembatan timbang bisa mengontrol beban muatan kendaraan, sehingga mengurangi kerusakan jalan,” ungkapnya saat ditemui di kampus Undip.

 

Sebagai catatan, setelah ditutup pada tahun 2019, saat ini jembatan timbang ditangani Kementerian Perhubungan. Kemenhub telah mengaktfikan sejumlah jembatan timbang di Jateng-DIY. Ada 10 jembatan timbang, di antaranya di Tanjung (Brebes), Subah (Batang), Sarang (Rembang), Banyudono (Boyolali), Klepu (Kabupaten Semarang), Ajibarang (Banyumas), Wanareja (Cilacap), Kulwaru (Kulonprogo), Kalitirto dan Tamanmartani (Sleman).

 

Untuk penertiban ODOL, menurut Yudi, perlu pengaturan dan penyadaran yang dilakukan secara bertahap. Semua harus dipahamkan bahwa jalan adalah ruang publik yang dibiayai dari pajak semua pengguna kendaraan. Penggunaan kendaraan yang melebihi batas ukuran dan beban akan merusak jalan yang juga merugikan pengguna jalan lain yang tidak aman.

 

“Zero ODOL harus bertahap, sosialisasi ke sopir ODOL, perusahaan dan masyarakat menjadi penting. Kalau langsung dilarang juga gak bisa, harus ada toleransi. Misal angkutan ukuran besar dipecah jadi dua. Mereka perlu dipahamkan pada prinsip keadilan jalan, sehingga paham dan tidak merugikan,” ujarnya.

 

Menurutnya, ODOL tidak hanya menyebabkan rusaknya jalan dan jembatan karena kelebihan tonase. Tapi juga menyebabkan kecelakaan, membuat lalu lintas menjadi lambat. Juga merugikan sopir dan pengusaha angkutan sendiri. Jalan yang rusak juga mengakibatkan risiko rusaknya kendaraan sehingga menambah biaya.

 

“Umur jalan ini harus dijaga bersama untuk menghemat biaya transportasi untuk semuanya. Jalan adalah ruang publik, maka prinsip keadilan harus dikedepankan,” katanya.

 

Sebagai informasi, regulasi penertiban ODOL sudah diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Menteri Perhubungan terkait batas dimensi dan berat kendaraan. Target zero ODOL akan dimulai penuh pada tahun 2027, karena masih banyak penolakan sopir dan pengusaha logistik.

 

Ke depan pemerintah akan menggunakan teknologi seperti Weigh In Motion (WIM) untuk mendeteksi kendaraan ODOL secara otomatis. Sanksi pelanggaran aturan ODOL dapat dikenakan sanksi administratif dan denda serta kurungan penjara.

 

Aplikasi Perawatan

Sedangkan untuk skema perawatan jalan, Yudi menyarankan perlunya menggunakan aplikasi untuk memprediksi kapan jalan sudah diperbaiki dan kapan masuk ke dalam fase pemeliharaan.

 

Pemantauan tetap bisa dilakukan untuk menghasilkan laporan yang akurat dan dapat meningkatkan akurasi model/aplikasi. Model ini bisa terintegrasi dengan skema anggaran yang diperlukan setiap tahun.

 

“Fitur aplikasi itu harus berisi tabel atau exel monitoring prioritas jalan mana yang mendesak ditangani. Misalnya tabel tingkat kerusakakan jalan, luas jalan, kelas jalan, dan wilayah jalan. Mana yang rusak parah, di wilayah yang potensial ekonomi atau tidak. Ini menjadi penentu pemeliharaan setiap tahun bisa kita monitoring. Mana yang tahun ini, mana yang tahun depan,” ujarnya.

 

Dari simulasi aplikasi ini, menurut Yudi, akan terjadi pemerataan perawatan jalan yang adil. Sehingga yang diperbaiki tidak hanya jalan itu-itu saja. DPU Provinsi Jateng memang sudah punya aplikasi perbaikan jalan. Namanya aplikasi Jalan Cantik, yang fungsinya untuk mengontrol jalan rusak dan berlubang dari laporan masyarakat.

 

Tetapi, kata Yudi, fiturnya masih kurang. Khususnya pada prinsip keadilan wilayah. Maka aplikasi lama perlu diintegrasikan aplikasi buatan baru yang berisi fitur monitoring.

 

Menurutnya, ada jalan yang memang kerusakanya tidak bisa dibenahi. Misalnya di Bendan Duwur, Kota Semarang. Berkali-kali dicor tetap saja pecah karena tanah bergerak. Untuk yang seperti itu harus membuat alternatif jalan lain.

 

Maka perlu berpikir untuk mencari jalan alternatif. Itu secara teknis ada solusinya tetapi mahal sekali, dari pada mahal mending membuat jalan lain yang jadi alternatif lebih murah,” ungkapnya.

 

Adapun ketersediaannya di Jawa Tengah, Yudi menganggap sudah cukup memadai. Namun demikian jika membuka jalan baru akan lebih baik. Terutama daerah yang potensi untuk kemakmuran Jateng. Ada dua cara untuk meremajakan jalan.

 

Pertama, mensinergikan jalan kabupaten dengan menaikan kelasnya ke jalan provinsi, sehingga nantinya akan ada jalan kabupaten yang baru.

 

Kedua, membuka jalan baru sekelas jalan provinsi. Tetapi semuanya memerlukan kajian yang menyeluruh, termasuk potensi pergerakan barang dan orang seperti apa.

 

Akses jalan baru masih diperlukan terutama untuk membuka daerah potensi terutama di Jawa Tengah bagian tengah. Dapat dilakukan dengan menaikkan fungsi jalan kabupaten menjadi provinsi dan jalan lokal menjadi jalan kabupaten, atau membuka jaringan jalan baru, agar daerah lain berkembang,” ucapnya.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Cipta Karya, Provinsi Jawa Tengah, AR Hanung Triyono, menjelaskan, update terbaru pada tahun anggaran 2025, terdapat 79 paket pekerjaan jalan yang dilaksanakan. Dari jumlah itu, paket reguler senilai Rp 8,4 miliar sudah rampung lebih dulu. Di antaranya di ruas Jepara-Keling serta Ngawen-Todanan, Blora.

 

Selain itu, ada pekerjaan yang bersumber dari dana belanja tak terduga untuk perbaikan jembatan dengan kemajuan 69 persen. Paket rehabilitasi jalan yang tersebar di delapan balai pekerjaan jalan (BPJ) mencakup 50 paket senilai Rp 153 miliar dengan kemajuan sekitar 60 persen.

 

Sementara itu, 23 paket preservasi jalan yang baru dikontrak pada bulan Juli 2025 dengan nilai Rp 445 miliar baru mencapai progres 15 persen. Untuk paket pemeliharaan rutin di sembilan BPJ, progresnya sudah 75 persen.

 

“Kalau dilihat dari keseluruhan kontrak, realisasi anggaran baru sekitar 40 persen. Target kami pada September bisa meningkat menjadi 65 persen,” kata Hanung menyebut progres perbaikan jalan.

 

Hanung menyebutkan, sejumlah ruas jalan strategi masih dalam pengerjaan. Misalnya, Brigjen Sudiarto di Kota Semarang, Semarang-Godong, Wiradesa–Kajen, hingga menggunakan konstruksi beton. Hanung menyebut, pekerjaan betonisasi biasanya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan lapisan perkerasan aspal.

 

“Karena sistemnya satu tahun, maka sebagian besar paket ditargetkan rampung Desember. Namun, kami mendorong pekerjaan rehabilitasi aspal bisa selesai Agustus ini. Sedangkan pemeliharaan pekerjaan dengan skala besar akan dituntaskan hingga pertengahan Desember,” ujarnya.

 

“Kami mohon maaf bila ada keterlambatan atau kendala di lapangan. Semua ini kami kerjakan agar jalan mantap bisa digunakan masyarakat, termasuk untuk arus mudik Lebaran 2026 mendatang,” tuturnya.( Red)

Related posts
Tutup
Tutup